BERITA HPMI

Bukan Sekadar Jumlah: Membangun Sistem Ketenagaan yang Adaptif dan Efisien, Workshop HPMI Dorong Transformasi Perencanaan Tenaga Perawat Berbasis Beban Kerja

 

Jakarta, 12 Juli 2025 — Di tengah kompleksitas layanan kesehatan yang terus berkembang, rumah sakit dituntut tidak hanya menyediakan jumlah perawat yang cukup, tetapi juga memastikan bahwa tenaga keperawatan yang tersedia tepat dari segi jumlah, kompetensi, dan penempatan. Menjawab tantangan ini, Himpunan Perawat Manajer Indonesia (HPMI) menyelenggarakan Workshop Perencanaan Kebutuhan Tenaga Perawat sebagai bagian dari rangkaian Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) VIII HPMI 2025 di Jakarta, Sabtu (12/7).

 

Workshop ini mengajak para manajer keperawatan dari berbagai rumah sakit untuk membangun sistem perencanaan ketenagaan yang adaptif dan berbasis bukti nyata di lapangan. Melalui pendekatan Full Time Equivalent (FTE), Workload Indicators of Staffing Need (WISN), dan acuity-based staffing, peserta tidak hanya memahami teori, tetapi juga melakukan simulasi langsung menghitung kebutuhan tenaga berdasarkan beban kerja, tingkat keparahan pasien, serta produktivitas unit pelayanan. Perhitungan ini penting agar pelayanan yang diberikan tidak hanya efisien dari sisi anggaran, tetapi juga aman dan berkelanjutan bagi pasien dan tenaga kesehatan.

 

Dalam sambutannya, Ketua Pengurus Pusat HPMI, Dr. Didin Syaefudin, S.Kp., SH., MARS, menegaskan bahwa selama ini perencanaan tenaga seringkali terjebak dalam angka rasio semata, tanpa mempertimbangkan kompleksitas kondisi di lapangan. Padahal, data sudah tersedia dan dapat dimanfaatkan untuk menyusun sistem staffing yang lebih rasional dan manusiawi. “Pelayanan keperawatan yang berkualitas membutuhkan strategi ketenagaan yang mempertimbangkan beban kerja, tingkat keparahan pasien, dan kualifikasi perawat,” ujarnya.

 

Kegiatan ini juga menyoroti berbagai tantangan yang umum dihadapi rumah sakit, seperti kelebihan jam kerja, ketimpangan jadwal dinas, serta kelelahan staf yang berdampak pada mutu dokumentasi dan koordinasi pelayanan. Dalam diskusi dan kerja kelompok, peserta menyusun dokumen perencanaan ketenagaan keperawatan yang mencakup analisis situasi, dasar hukum, kebutuhan tenaga, pembiayaan, serta indikator keberhasilan. Dokumen ini menjadi bekal advokasi yang dapat disampaikan kepada manajemen rumah sakit maupun otoritas pembina.

 

Menurut fasilitator workshop, Ns. Satinah, S.Kep., M.Kep., pelatihan ini bertujuan membekali perawat manajer untuk tidak lagi hanya berperan sebagai pengatur jadwal, tetapi sebagai pemimpin strategis yang mampu menyampaikan usulan ketenagaan berbasis data dan proyeksi kerja yang nyata. Dengan pendekatan blended staffing model yang menyeimbangkan antara jumlah, kompetensi, dan waktu kerja, peserta menyusun rekomendasi yang berorientasi pada pelayanan yang efisien dan aman.

 

Melalui kegiatan ini, HPMI mendorong transformasi budaya manajemen keperawatan yang lebih ilmiah, kolaboratif, dan berpihak pada mutu layanan. Sistem ketenagaan yang disusun secara tepat bukan hanya berdampak pada efisiensi operasional, tetapi juga meningkatkan kualitas komunikasi tim, keselamatan pasien, serta kepuasan kerja perawat. “Perubahan tidak dimulai dari atas, tapi dari pemahaman yang kuat di level manajer. Workshop ini menjadi upaya nyata HPMI dalam membangun budaya perencanaan berbasis data untuk pelayanan yang lebih responsif dan manusiawi,” tutup Dr. Didin.